Sabtu, 08 November 2008

DEPRESI

Apa itu Depresi ?

Jakarta, 12 Juni 2001
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang, misalnya kematian seseorang yang sangat dicintai atau kehilangan pekerjaan yang sangat dibanggakan. Depresi adalah masalah yang bisa dialami oleh siapapun di dunia ini. Menurut sebuah penelitian di Amerika, 1 dari 20 orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi, dan paling tidak 1 dari 5 orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka. Di Indonesia, banyak kasus depresi terjadi sebagai akibat dari krisis yang melanda beberapa tahun belakangan ini. Masalah PHK, sulitnya mencari pekerjaan, sulitnya mempertahankan pekerjaan dan krisis keuangan adalah masalah yang sekarang ini sangat umum menjadi pendorong timbulnya depresi di kalangan profesional.

Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Phillip L. Rice (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.

Penyebab

Mungkin di antara Anda ada yang pernah mengalami depresi tanpa tahu sebab musababnya sampai membuat Anda semakin depresi karena tidak ketemu jawabannya. Akhirnya Anda jadi uring-uringan sendiri, semua jadi serba salah karena menurut Anda, tak seorang pun yang bakal memahami masalah Anda; bagaimana bisa mengharapkan bantuan orang lain jika sudah demikian keadaannya ?

Sebenarnya penyebab depresi bisa dilihat dari faktor biologis (seperti misalnya karena sakit, pengaruh hormonal, depresi pasca-melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor psikososial (misalnya konflik individual atau interpersonal, masalah eksistensi, masalah kepribadian, masalah keluarga) . Ada pendapat yang menyatakan bahwa masalah keturunan punya pengaruh terhadap kecenderungan munculnya depresi.

Gejala

Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan. Sebelum kita menjelajah lebih lanjut untuk mengenali gejala depresi, ada baiknya jika kita mengenal apakah artinya gejala. Gejala adalah sekumpulan peristiwa, perilaku atau perasaan yang sering (namun tidak selalu) muncul pada waktu yang bersamaan. Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun yang perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Gejala-gejala depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan sosial. Secara lebih jelasnya, kita lihat uraian di bawah ini.

Gejala Fisik

Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti :

· Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit)

· Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti nonton TV, makan, tidur

· Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil, melamun, merokok terus menerus, sering menelpon yang tak perlu. Yang jelas, orang yang terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya jadi lamban.

· Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti !

· Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan ! ; dan ia harus memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka !

Gejala Psikis

Perhatikan baik-baik gejala psikis di bawah ini, apakah Anda atau rekan Anda ada yang mempunyai tanda-tanda seperti di bawah ini :

· Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang sekali membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan, dan pikiran negatif lainnya.

· Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya, mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung, dan lebih suka menyendiri.

· Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya, seorang manajer mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi sesuai dengan yang diharapkan.

· Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut.

· Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa terbeban berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat.

Gejala Sosial

Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

Apa itu gangguan depresi?

Kita semua merasa sedih bila ada kejadian yang menyedihkan, dan biasanya perasaan tersebut teratasi dengan sendirinya. Hal demikian adalah wajar.

Lain halnya dengan “gangguan depresi”, yang sudah merupakan gangguan sakit yang menyangkut keluhan badaniah, perasaan dan pikiran.

Bila tidak diobati, depresi dapat menetap berbulan-bulan atau bahkan menahun. Depresi dapat memperberat atau meningkatkan risiko penyakit fisik dan meningkatkan risiko bunuh diri.

Gejala-gejala depresi

Gangguan Depresi merupakan gangguan fisik yang umum terjadi, dengan gejala-gejala yang spesifik. Tidak semua orang akan mengalami gejala-gejala yang sama.

Keluhan utama:

· Perasaan sedih/murung berkepanjangan.

· Tidak bergairah, hilang minat/semangat bekerja atau melaksanakan aktifitas sehari-hari.

· Tidak dapat menikmati kesenangan seperti biasanya.

Gejala-gejala penyerta:

· Gangguan pola tidur(sulit tidur atau berlebihan).

· Gangguan pola makan dan berat badan.

· Lamban atau sebaliknya menjadi gelisah.

· Rasa lelah, atau tidak bertenaga.

· Konsentrasi menurun.

· Merasa tak berguna/putus asa.

· Cenderung berfikir tentang kematian.

Keluhan lain-lain:

· Sakit kepala.

· Keluhan perut (lambung/saluran cerna).

· Keluhan pernafasan (sesak, dada seperti tertindih)

· Keluhan nyeri/sakit lain tanpa penyebab yang jelas.

Bila dalam dua minggu atau lebih anda mengalami sedikitnya 1 keluhan utama disertai 4 gejala atau keluhan lain, anda mungkin mengalami depresi.

Dengan demikian gangguan depresi:

· Bukan sekedar rasa sedih yang sementara.

· Bukan suatu tanda kelemahan atau kelelahan.

· Bukan sesuatu yang dapat diubah dengan cepat.

· Tidak dapat diabaikan dengan begitu saja.

· Tidak dapat begitu saja mengendalikan perasaan dan menjadi baik.

Apa penyebab depresi?

· Penyebab gangguan depresi merupakan gabungan beberapa faktor:

· Faktor bawaan (tidak selalu).

· Latar belakang kepribadian.

· Pengaruh stress lingkungan.

· Stress kehidupan.

· Kurang adanya dukungan dalam hubungan interpersonal.

· Dan sebagainya.

Pengobatan depresi

· Secepatnya berkonsultasi dengan dokter

· Berbagai jenis obat antidepresan dapat menolong mengatasi gejala depresi.

· Efek obat antidepresan tidak segera terlihat memerlukan waktu 1-2 minggu, oleh karenanya jangan tergesa-gesa menghentikan atau mengganti obat bila tidak segera membaik.

· Pada gangguan depresi berat, terapi kejang listrik (ECT) dapat merupakan cara pengobatan yang efektif.

· Disamping terapi obat atau terapi kejang listrik, psikoterapi merupakan dukungan yang penting.

Menolong diri sendiri

Bila mengalami depresi anda mungkin merasa lesu, tidak bergairah atau tidak berdaya dan merasa tidak berharga. Seringkali ada pikiran-pikiran negatif yang muncul dan mengganggu. Pikiran-pikiran negatif dan perasaan depresif dapat berkurang atau menghilang setelah menjalani pengobatan, tetapi sementara itu anda perlu membantu dari diri sendiri:

· Jangan menetapkan tujuan-tujuan hidup yang sulit dicapai.

· Jangan terlalu banyak mengambil tanggung jawab yang berat.

· Pecahkan tugas-tugas besar menjadi bagian-bagian kecil dan tentukan prioritas dalam pelaksanaannya.

· Jangan mengambil keputusan-keputusan penting dalam keadaan depresi.

· Jangan terbawa pikiran-pikiran yang negatif.

Menolong orang yang mengalami depresi:

· Ajaklah penderita untuk berkonsultasi ke dokter.

· Berikan perhatian dan dukungan secukupnya, jangan memaksakan.

· Bersikaplah tenang dan jangan turut terhanyut dengan kesedihannya.

· Jadilah pendengar yang baik, jangan memberi nasihat berlebihan.

· Bila perlu bantulah penderita melihat permasalahan secara realistis.

· Jangan menyalahkan penderita karena menderita depresi.

· Jangan biarkan penderita minum alkohol.

· Segera berkonsultasi ke dokter bila penderita bicara tentang kematian.

Depresi

· Adalah gangguan yang umum terjadi.

· Dapat terjadi pada setiap orang dan semua lapisan umur.

· Sering tidak terdeteksi dan terobati.

· Selekasnya harus berobat ke dokter.

· Jangan terlalu lama mencoba mengatasi sendiri.

· Depresi dapat disembuhkan.

Disalin ulang dari brosur kerjasama IDAJI dan Pfizer Indonesia.

Mohon bantuannya menyebarkan informasi ini kepada siapa saja. Bantuan kecil anda dapat membantu ratusan ribu penderita dan keluarganya.


DEPRESI YANG KERAP TERABAIKAN

Gejala depresi sangat akrab dengan keseharian kita. Sakit maag, kerap murung, kehilangan gairah, gampang marah, atau malas beraktivitas adalah sebagian ciri-cirinya. Konsultasi ke psikiater sesegera mungkin adalah salah satu cara mengatasinya.

“Belakangan ini, saya suka uring-uringan tanpa sebab,” keluh seorang wanita muda. Wanita lainnya mengaku, merasa tak punya tenaga dan sulit berkonsentrasi. Ya, gejalanya memang berbeda-beda, tapi yang jelas, jika Anda merasa “down” selama lebih dari 2 minggu, ada baiknya segera ke psikiater. Bisa jadi, Anda tengah depresi.

Depresi merupakan kondisi gangguan kejiwaan yang secara klinis tampil dalam bentuk perasaan murung, kehilangan gairah hidup, lesu, pesimis/putus asa, kehilangan rasa percaya diri. “Emosi, perilaku, dan cara berpikir turun, jadi lamban alias tidak gesit,” kata Dr. Tb. Erwin Kusuma, Sp.KJ dari Pro V Clinic. “Itu sudah tanda-tanda ke arah depresi. Lama-lama, ia tidak mau melihat kenyataan. Yang berat, muncul ide untuk meninggalkan semua dengan jalan bunuh diri,” kata Erwin.

Selain tanda-tanda non-fisik, tanda-tanda yang juga harus diwaspadai sebagai gejala depresi adalah adanya berbagai keluhan fisik/somatis seperti berat badan turun, disfungsi seksual, dan gangguan tidur. Sebuah pepatah lama mengatakan, “Jika kesedihan tidak diungkapkan dengan air mata, maka organ-organ tubuh lain-lah yang akan menangis. Ini yang disebut psikosomatik, yaitu gangguan terjadi di jiwa, tapi tampil di badan.”

Misalnya, sakit maag. “Padahal semua bagus, makan teratur, tidak pernah makan yang pedas, tapi, kok, kena maag. Bisa jadi ini karena lambung “menangis”, bukan dalam bentuk air mata, tapi asam lambung yang meningkat.” Oleh karena itu, “Menangis jauh lebih baik bagi penderita depresi. Kalau ditahan-tahan, bisa-bisa malah organ tubuh lain yang menangis.”

MASA LALU
Penyebab depresi multifaktoral, ada yang dari dalam, misalnya karena faktor genetik atau gangguan regulasi neotransmitter di otak. “Atau karena keseimbangan hormon yang terganggu, misalnya pada wanita yang sudah lewat usia produktif,” jelas Erwin. Sementara penyebab dari luar, misalnya perasaan kecewa, frustasi melihat ini-itu, dan sebagainya. “Akibatnya, ia sedih dan depresi.”

Yang juga harus digali adalah pengalaman masa lalu. “Masa lalu itu, kan, berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman hidup seseorang. Kalau ada pengalaman yang menyedihkan, jadinya akan terekam dan muncul dalam bentuk depresi.”

Begitu pun masa depan, yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh seseorang di masa depannya. Contohnya, seorang istri yang bekerja membanting tulang sendirian karena sang suami terkena stroke. “Ia harus berjuang sendiri. Lalu, di benaknya muncul pertanyaan, ‘Bagaimana masa depan saya nanti?’ Bahkan, tak jarang mereka protes pada Tuhan, kenapa harus mengalami masalah seperti itu. Masa depan yang suram cenderung memicu depresi.”

Contoh yang lebih spesifik, misalnya wanita yang harus memikul fungsi ganda, sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah. “Ada dual function yang sama-sama diharapkan ideal oleh orang-orang di sekelilingnya. Ia harus menyiapkan makanan di rumah, belum lagi repotnya ngurusin anak, sementara di tempat kerjanya pun ia harus menghadapi banyak masalah. Akhirnya, stres, lalu depresi,” tambah Erwin.

LAKUKAN VENTILASI
antas, apa yang harus dilakukan? Yang pertama, kata Erwin, kenali dulu tanda-tanda depresi. Misalnya, tadinya gesit, tapi kemudian jadi lambat. Tadinya penuh semangat, sekarang tidak, dan cenderung menarik diri dari pergaulan. “Yang harus diwaspadai adalah jika sudah tidak mau menerima kenyataan, bahkan sudah muncul ide untuk bunuh diri. Ini sudah berat dan harus ditangani secara profesional.”

Tanda-tanda fisik juga sebaiknya dikenali. Misalnya, tiba-tiba muncul mag, padahal ia tak punya riwayat penyakit mag. “Atau muncul eksim atau asma (bukan turunan). Sesak napas muncul kalau ada perasaan sedih atau kecewa. Ini juga merupakan gejala depresi,” jelas Erwin.

Setelah tahu tanda-tanda depresi, segera konsultasi. Idealnya ke psikiater, tapi tak semua psikiater cocok. “Kalau berat, biasanya penderita akan diberi obat. Kalau tidak ada psikiater, cari tempat curhat (ventilasi). Cari pendengar yang baik. Kalau tidak ada tempat atau orang untuk curhat, tulis semua kesedihan sampai tak ada lagi yang bisa diungkapkan. Setelah itu mau dirobek juga boleh. Intinya, kebutuhan utama penderita depresi adalah mengeluarkan endapan.”

Yang tak kalah penting adalah mengatasi persoalan yang menjadi sebab depresi (problem solving). “Ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan mental masing-masing. Ada orang yang baru kena sedikit masalah sudah depresi, tapi ada pula yang bisa tegar meski didera berbagai masalah,” kata Erwin yang juga mendalami bidang psikiatri spiritual.

Misalnya, seorang anak yang sejak kecil selalu dimanja oleh lingkungannya (orangtua), dan tak pernah diberi kesempatan untuk memecahkan masalah sendiri. “Ketika dewasa, ia pun akan menjadi orang yang tidak bisa menghadapi masalah, tidak mandiri, tidak pernah dilatih menghadapi stres. Daya tahan mentalnya kurang. Ia jadi gampang sedih, gampang marah.”

ANAK PUN BISA DEPRESI
Anak-anak ternyata juga bisa depresi. “Tapi, tampilnya (manifestasi) tidak sama dengan depresi yang dialami orang dewasa,” jelas Erwin. Depresi pada anak lebih sering muncul dalam perilaku agresif, nightmare, atau keluhan keluhan somatis seperti anoreksia, gangguan pencernaan, dan sebagainya.

Salah satu contoh depresi anak misalnya ketika ia punya adik baru. “Ia tidak menangis, tapi depresi ditunjukkan dengan bertingkah nakal,” jelas Erwin yang juga seorang psikiater anak. “Atau, tanpa sadar, anak mengulang hal-hal yang pernah dilakukannya dulu. Misalnya, mengompol. ‘Dulu saya ngompol, diperhatikan. Sekarang, tidak ngompol malah tidak diperhatikan. Kalau begitu, saya akan ngompol lagi’.”

Gejala depresi pada anak sangat tidak khas, sama seperti gejala depresi pada orang lanjut usia. “Sehingga sering disebut depresi terselubung (’mask depression’). Pada orang lanjut usia, depresi lebih banyak tampil dalam keluhan fisik kronis, menyangkut banyak organ, berganti-ganti dan tidak konsisten (somatisasi), serta tidak sesuai dengan hasil obyektif pemeriksaan medis. “Depresi pada lanjut usia juga sering muncul sebagai keluhan kognitif, seperti mudah lupa, sulit berkonsentrasi, dan malas berpikir.”

MIMPI BURUK DENGAN DEPRESI

Pertengkaran hebat, gangguan hormonal, bermasalah dengan keuangan dan persaingan karier, cenderung mengakibatkan seseorang terkena depresi. Namun yang paling rentan adalah mereka yang tidak menikah. Hanya saja, yang mengalami kadang tak menyadari. Karenanya, segera kenali tanda-tanda depresi bila tak ingin kehidupan berjalan buruk.

Tinggi suara Akbar Sulaeman, membuat sebagian staf di kantornya terhenyak. Bagaimana tidak, direktur operasional di bidang usaha jasa angkutan kelahiran Jawa Tengah ini dikenal oleh rekan-rekan kerjanya sebagai lelaki humoris, halus tutur bahasa dan baik hati. Namun belakangan, ayah dari tiga orang anak, yang baru saja memasuki usia 38 tahun ini, lantas bereaksi lalu mengeluarkan kata keras pada stafnya yang membuat kekeliruan. Dan bila berada di kantor, ia lebih banyak mengurung diri di ruang kerjanya. “Sesekali saja beliau menampakkan diri, itupun mungkin karena merasa bosan di ruangannya. Wajahnya memang terlihat seperti sedang sedih, kuyu, tak bergairah dan benar-benar telah kehilangan selera bekerja dan juga bicara. Kalaupun bicara, agak kasar,” cerita Nana, salah seorang staf keuangan.

Masih cerita Nana, yang kemudian dibenarkan dua teman kerja lainnya, bahwa perubahan sikap Akbar Sulaiman yang drastis, bisa jadi berkaitan dengan pemindahan posisi kerja yang akan dialaminya. “Kabarnya, akibat ketahuan memanipulasi uang kantor, salah satu komisaris di sini sudah menyiapkan calon penggantinya. Tapi, itu masih isyu, sih.”

Lain lagi dengan Marina Kusumah, lajang berusia 39 tahun. Tiga bulan terakhir, wanita berdarah Palembang-Madura berparas cantik, tinggi 165 cm, dan berkulit putih, yang menduduki posisi puncak di sebuah perusahaan percetakan, ini semakin sering meninggalkan kantor pada jam-jam sibuk. “Saya pikir, Mbak Rina lagi mengalami kejenuhan. Maklum, hidupnya selama ini untuk kerja dan bekerja. Lain dari itu tidak ada yang dia urus, seperti suami atau anak. Setahu saya, Mbak Rina mengalami sakit kepala berkepanjangan. Padahal, sudah diperiksa dokter dan mendapat obat. Tapi, begitu obat habis, sakit kepalanya kembali menyerang,” jelas Yanti, si bungsu, tentang kakak perempuannya yang diakui terbilang wanita pendiam tetapi baik hati itu.

Dari kedua cerita ini, dapat diurai, bahwa gejala depresi memang bisa disebabkan oleh bermacam hal. Hanya saja yang jelas pada depresi terjadi penurunan alam perasaan. Yang bersangkutan biasanya akan merasakan perasaan yang tidak menyenangkan dan seringkali disertai gejala badan berupa: nafsu makan buruk atau malah sebaliknya. Bisa juga seringkali disertai dengan insomnia atau sebaliknya, tidurnya cepat terbangun dan sulit untuk kembali tidur. Disertai tenaga melemah, sehingga sedikit saja bekerja sudah merasa lelah, lalu harga diri pun menurun, tidak percaya diri, sulit berkosentrasi pada pekerjaan dan mengambil keputusan, serta sering kali putus asa.

“Dapat dikatakan, kedua eksekutif puncak tersebut menunjukkan gejala depresi, demikian menurut Dr. Hubertus Kasan Hidayat, Sp.KJ, psikiater lulusan UI tahun 1991. “Dan ketika depresi sudah mencapai pada tingkat yang berat, di mana seseorang itu sudah sampai ke tingkat putus asa, maka hal ini sangat berbahaya. Karena penderita akan cenderung ingin bunuh diri,” lanjut Dr. Hubertus.

Jenis dan Tingkatan Depresi

Pada intinya, depresi merupakan satu kondisi di mana alam perasaan seseorang itu turun ke posisi yang terendah. Sekalipun penyebab persis depresi itu tidak diketahui, tetapi bisa diduga faktor-faktor yang mendukung terjadinya depresi.

Menurut Dr. Hubertus, faktor pencetusnya bisa disinyalir, seperti akibat seseorang itu mengalami kekecewaan yang cukup berat dalam hidupnya, karena tidak berhasil mencapai suatu keinginan, atau kehilangan orang yang paling dicintai. Atau, tuntutan orang terhadap anak, pertengakaran hebat antarpasangan, derita penyakit berkepanjangan, masalah keuangan, persaingan karier, rendahnya harga diri, kesulitan menjalin hubungan dengan pasangan dan relasi, gangguan hormonal dan sebagainya, tergolong sebagai pencetus depresi. Tapi ada satu teori lagi mengatakan, depresi terjadi karena ketidak-sesuaian antara situasi yang nyata dan situasi yang dikhayalkan, yang menyebabkan menurunnya harga diri dan putus asa. “Jadi, karena mengkhayalkan suatu situasi yang muluk-muluk, tetapi setelah sadar realitanya tidak demikian, maka dia pun akan depresi.”

Siapa yang mudah terkena, harus dilihat tingkatan depresinya, yang terbagai: depresi sesaat, depresi neurotik, dan depresi berat. Depresi sesaat terjadi karena kita bereaksi terhadap keadaan yang terjadi, misalnya patah hati. Depresi ini terbilang tingkat ringan karena kemudian bisa hilang begitu kondisi tak menyenangkan bisa dilalui. Sedangkan depresi neurotik, memakan waktu bertahun dan sering dijadikan bahan patokan sebagai depresi yang lebih sering ditemukan di antara orang-orang yang tidak menikah, pengguna narkoba dan alkoholik. Dari sana menunjukkan bahwa kasus depresi bisa terjadi pada orang segala usia. Tak hanya orang dewasa tetapi juga pada orang yang sangat tua maupun anak.

“Pada orang yang terkena gangguan depresi neurotik, sekitar 40 persen menjadi depresi berat. Tingkat depresi berat itu adalah yang paling parah karena sebagian menjadi gila dan mendapat perawatan rumah sakit. Biasanya kerja mulai terganggu atau tidak bisa bekerja. Sedangkan depresi neurotik, biasanya diri sendiri merasa terganggu tetapi dari luar belum kentara terganggu kualitasnya. Terganggu pada pekerjaan tetapi masih bisa berjalan.”

Tidak Menyadari

Melihat akibat buruk dari depresi, maka sebaiknya cepat mengenali gejalanya. Karena, tutur Dr. Hubertus, awal-awalnya seseorang tidak mengenali depresi itu, karena depresi adalah sesuatu yang muncul dari dalam. Apalagi, bila orang itu pandai menutupinya, perasaan tidak diekspresikan, menyebabkan depresi pun tidak bisa dikenali. Tapi lewat gejala fisik, depresi bisa dikenali, seperti turunnya nafsu makan, mudah lelah, atau kurang bersemangat. Atau dalam bentuk penyakit fisik, yaitu sakit maag, sakit kepala, tekanan darah, sesak, gatal, menstruasi kacau tanpa sebab yang jelas. “Maka jika mengalami gangguan penyakit fisik dalam jangka panjang yang tak juga sembuh, seperti sakit maag atau kepala berkepanjangan, ada baiknya segera konsultasi pada psikiater. Supaya bisa ditemukan, apakah yang bersangkutan menderita penyakit itu atau tidak. Sebab bisa saja sebagai gejala depresi.”

Guna mengatasinya, menurut Dr. Hubertus, belakangan ini, selain dengan konsultasi juga dilakukan tes psikologi yang merupakan tes yang berasal dari Amerika dan sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Test ini juga bisa menemukan mereka yang mengalami depresi walaupun tidak bermanifes pra depresi.

Namun, bila baru sampai gejala, sebenarnya seseorang bisa terlepas dari depresi. Tentu saja hanya apabila sejak awal, orang tersebut atau orang di sekelilingnya mengetahui dan menyadari gejala-gejalanya, untuk kemudian segera mendapatkan bantuan. “Maka, jika Anda mengalami tanda-tanda depresi, segeralah meminta bantuan. Dan bila di lingkungan terdekat Anda menunjukkan gejala-gejala tersebut di atas, segeralah memberi dukungan emosi, dan mengajaknya berkonsultasi pada ahlinya. Itu langkah paling benar,” jelas Dr. Hubertus.

Atau, penderita segera berbagai rasa dengan orang lain. Cara ini, menurut Dr. Hubertus, seringkali membantu mengurangi depresi. Sebenarnya, depresi memang berkaitan dengan bagaimana seseorang itu bisa mengelola dan menyalurkan emosinya.

BOKS :

Gejala Major Depression :

1. Gelisah dan sedih

2. Pesimis

3. Tak berguna, tidak percaya diri

4. Kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan termasuk seks

5. Tak bersemangat dan lamban

6. Sulit konsentrasi

7. Sulit mengambil keputusan

8. Putus asa

9. Sulit tidur atau terlalu banyak tidur

10. Kehilangan selera makan atau makan jadi berlebihan

11. Berpikir tentang atau ingin bunuh diri

12. Mudah tersinggung

13. Merasa sakit kepala atau penyakit lain tak bisa sembuh seketika

Gejala Manic-depressive illnes :

1. Gembira berlebihan dan tidak normal

2. Mudah tersinggung yang tidak lazim

3. Kebutuhan tidur menurun drastis

4. Bicara muluk tentang dirinya

5. Bicara berlebihan

6. Hasrat seksual meningkat pesat

7. Perilaku sosial menyimpang

8. Sulit berpikir jernih

BOKS :

Bantuan Diri Sendiri

1. Punya seseorang yang dekat untuk bercurah hati. Itu lebih baik daripada menyimpan sendiri beban

2. Berpartisipasi dalam suatu kegiatan yang dapat membuat diri lebih baik

3. Berpikir realistis

4. Melakukan olahraga, aktif dalam kelompok agama dan sosial

5. Mengubah suasana hati

6. Jangan banyak berpengharapan

7. Berpikir positif

8. Lapang hati

Kutipan:

“Depresi mengakibatkan kehidupan lain menjadi buruk. Segeralah kenali tanda-tanda depresi seperti, nafsu makan buruk, sulit tidur atau sebaliknya, yang disertai tenaga melemah, mudah lelah dan sulit berkonsentrasi pada pekerjaan.”

“Mengalami kekecewaan berat dalam hidup, kehilangan orang paling dicintai, masalah dengan keuangan, persaingan karier, gangguan hormonal, antara lain adalah sebagai pencetus depresi.”

Tinggi suara Akbar Sulaeman, membuat sebagian staf di kantornya terhenyak. Bagaimana tidak, direktur operasional di bidang usaha jasa angkutan kelahiran Jawa Tengah ini dikenal oleh rekan-rekan kerjanya sebagai lelaki humoris, halus tutur bahasa dan baik hati. Namun belakangan, ayah dari tiga orang anak, yang baru saja memasuki usia 38 tahun ini, lantas bereaksi lalu mengeluarkan kata keras pada stafnya yang membuat kekeliruan. Dan bila berada di kantor, ia lebih banyak mengurung diri di ruang kerjanya. “Sesekali saja beliau menampakkan diri, itupun mungkin karena merasa bosan di ruangannya. Wajahnya memang terlihat seperti sedang sedih, kuyu, tak bergairah dan benar-benar telah kehilangan selera bekerja dan juga bicara. Kalaupun bicara, agak kasar,” cerita Nana, salah seorang staf keuangan.

Masih cerita Nana, yang kemudian dibenarkan dua teman kerja lainnya, bahwa perubahan sikap Akbar Sulaiman yang drastis, bisa jadi berkaitan dengan pemindahan posisi kerja yang akan dialaminya. “Kabarnya, akibat ketahuan memanipulasi uang kantor, salah satu komisaris di sini sudah menyiapkan calon penggantinya. Tapi, itu masih isyu, sih.”

Lain lagi dengan Marina Kusumah, lajang berusia 39 tahun. Tiga bulan terakhir, wanita berdarah Palembang-Madura berparas cantik, tinggi 165 cm, dan berkulit putih, yang menduduki posisi puncak di sebuah perusahaan percetakan, ini semakin sering meninggalkan kantor pada jam-jam sibuk. “Saya pikir, Mbak Rina lagi mengalami kejenuhan. Maklum, hidupnya selama ini untuk kerja dan bekerja. Lain dari itu tidak ada yang dia urus, seperti suami atau anak. Setahu saya, Mbak Rina mengalami sakit kepala berkepanjangan. Padahal, sudah diperiksa dokter dan mendapat obat. Tapi, begitu obat habis, sakit kepalanya kembali menyerang,” jelas Yanti, si bungsu, tentang kakak perempuannya yang diakui terbilang wanita pendiam tetapi baik hati itu.

Dari kedua cerita ini, dapat diurai, bahwa gejala depresi memang bisa disebabkan oleh bermacam hal. Hanya saja yang jelas pada depresi terjadi penurunan alam perasaan. Yang bersangkutan biasanya akan merasakan perasaan yang tidak menyenangkan dan seringkali disertai gejala badan berupa: nafsu makan buruk atau malah sebaliknya. Bisa juga seringkali disertai dengan insomnia atau sebaliknya, tidurnya cepat terbangun dan sulit untuk kembali tidur. Disertai tenaga melemah, sehingga sedikit saja bekerja sudah merasa lelah, lalu harga diri pun menurun, tidak percaya diri, sulit berkosentrasi pada pekerjaan dan mengambil keputusan, serta sering kali putus asa.

“Dapat dikatakan, kedua eksekutif puncak tersebut menunjukkan gejala depresi, demikian menurut Dr. Hubertus Kasan Hidayat, Sp.KJ, psikiater lulusan UI tahun 1991. “Dan ketika depresi sudah mencapai pada tingkat yang berat, di mana seseorang itu sudah sampai ke tingkat putus asa, maka hal ini sangat berbahaya. Karena penderita akan cenderung ingin bunuh diri,” lanjut Dr. Hubertus.

Jenis dan Tingkatan Depresi

Pada intinya, depresi merupakan satu kondisi di mana alam perasaan seseorang itu turun ke posisi yang terendah. Sekalipun penyebab persis depresi itu tidak diketahui, tetapi bisa diduga faktor-faktor yang mendukung terjadinya depresi.

Menurut Dr. Hubertus, faktor pencetusnya bisa disinyalir, seperti akibat seseorang itu mengalami kekecewaan yang cukup berat dalam hidupnya, karena tidak berhasil mencapai suatu keinginan, atau kehilangan orang yang paling dicintai. Atau, tuntutan orang terhadap anak, pertengakaran hebat antarpasangan, derita penyakit berkepanjangan, masalah keuangan, persaingan karier, rendahnya harga diri, kesulitan menjalin hubungan dengan pasangan dan relasi, gangguan hormonal dan sebagainya, tergolong sebagai pencetus depresi. Tapi ada satu teori lagi mengatakan, depresi terjadi karena ketidak-sesuaian antara situasi yang nyata dan situasi yang dikhayalkan, yang menyebabkan menurunnya harga diri dan putus asa. “Jadi, karena mengkhayalkan suatu situasi yang muluk-muluk, tetapi setelah sadar realitanya tidak demikian, maka dia pun akan depresi.”

Siapa yang mudah terkena, harus dilihat tingkatan depresinya, yang terbagai: depresi sesaat, depresi neurotik, dan depresi berat. Depresi sesaat terjadi karena kita bereaksi terhadap keadaan yang terjadi, misalnya patah hati. Depresi ini terbilang tingkat ringan karena kemudian bisa hilang begitu kondisi tak menyenangkan bisa dilalui. Sedangkan depresi neurotik, memakan waktu bertahun dan sering dijadikan bahan patokan sebagai depresi yang lebih sering ditemukan di antara orang-orang yang tidak menikah, pengguna narkoba dan alkoholik. Dari sana menunjukkan bahwa kasus depresi bisa terjadi pada orang segala usia. Tak hanya orang dewasa tetapi juga pada orang yang sangat tua maupun anak.

“Pada orang yang terkena gangguan depresi neurotik, sekitar 40 persen menjadi depresi berat. Tingkat depresi berat itu adalah yang paling parah karena sebagian menjadi gila dan mendapat perawatan rumah sakit. Biasanya kerja mulai terganggu atau tidak bisa bekerja. Sedangkan depresi neurotik, biasanya diri sendiri merasa terganggu tetapi dari luar belum kentara terganggu kualitasnya. Terganggu pada pekerjaan tetapi masih bisa berjalan.”

Tidak Menyadari

Melihat akibat buruk dari depresi, maka sebaiknya cepat mengenali gejalanya. Karena, tutur Dr. Hubertus, awal-awalnya seseorang tidak mengenali depresi itu, karena depresi adalah sesuatu yang muncul dari dalam. Apalagi, bila orang itu pandai menutupinya, perasaan tidak diekspresikan, menyebabkan depresi pun tidak bisa dikenali. Tapi lewat gejala fisik, depresi bisa dikenali, seperti turunnya nafsu makan, mudah lelah, atau kurang bersemangat. Atau dalam bentuk penyakit fisik, yaitu sakit maag, sakit kepala, tekanan darah, sesak, gatal, menstruasi kacau tanpa sebab yang jelas. “Maka jika mengalami gangguan penyakit fisik dalam jangka panjang yang tak juga sembuh, seperti sakit maag atau kepala berkepanjangan, ada baiknya segera konsultasi pada psikiater. Supaya bisa ditemukan, apakah yang bersangkutan menderita penyakit itu atau tidak. Sebab bisa saja sebagai gejala depresi.”

Guna mengatasinya, menurut Dr. Hubertus, belakangan ini, selain dengan konsultasi juga dilakukan tes psikologi yang merupakan tes yang berasal dari Amerika dan sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Test ini juga bisa menemukan mereka yang mengalami depresi walaupun tidak bermanifes pra depresi.

Namun, bila baru sampai gejala, sebenarnya seseorang bisa terlepas dari depresi. Tentu saja hanya apabila sejak awal, orang tersebut atau orang di sekelilingnya mengetahui dan menyadari gejala-gejalanya, untuk kemudian segera mendapatkan bantuan. “Maka, jika Anda mengalami tanda-tanda depresi, segeralah meminta bantuan. Dan bila di lingkungan terdekat Anda menunjukkan gejala-gejala tersebut di atas, segeralah memberi dukungan emosi, dan mengajaknya berkonsultasi pada ahlinya. Itu langkah paling benar,” jelas Dr. Hubertus.

Atau, penderita segera berbagai rasa dengan orang lain. Cara ini, menurut Dr. Hubertus, seringkali membantu mengurangi depresi. Sebenarnya, depresi memang berkaitan dengan bagaimana seseorang itu bisa mengelola dan menyalurkan emosinya.

BOKS :

Gejala Major Depression :

1. Gelisah dan sedih

2. Pesimis

3. Tak berguna, tidak percaya diri

4. Kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan termasuk seks

5. Tak bersemangat dan lamban

6. Sulit konsentrasi

7. Sulit mengambil keputusan

8. Putus asa

9. Sulit tidur atau terlalu banyak tidur

10. Kehilangan selera makan atau makan jadi berlebihan

11. Berpikir tentang atau ingin bunuh diri

12. Mudah tersinggung

13. Merasa sakit kepala atau penyakit lain tak bisa sembuh seketika

Gejala Manic-depressive illnes :

1. Gembira berlebihan dan tidak normal

2. Mudah tersinggung yang tidak lazim

3. Kebutuhan tidur menurun drastis

4. Bicara muluk tentang dirinya

5. Bicara berlebihan

6. Hasrat seksual meningkat pesat

7. Perilaku sosial menyimpang

8. Sulit berpikir jernih

BOKS :

Bantuan Diri Sendiri

1. Punya seseorang yang dekat untuk bercurah hati. Itu lebih baik daripada menyimpan sendiri beban

2. Berpartisipasi dalam suatu kegiatan yang dapat membuat diri lebih baik

3. Berpikir realistis

4. Melakukan olahraga, aktif dalam kelompok agama dan sosial

5. Mengubah suasana hati

6. Jangan banyak berpengharapan

7. Berpikir positif

8. Lapang hati

Kutipan:

“Depresi mengakibatkan kehidupan lain menjadi buruk. Segeralah kenali tanda-tanda depresi seperti, nafsu makan buruk, sulit tidur atau sebaliknya, yang disertai tenaga melemah, mudah lelah dan sulit berkonsentrasi pada pekerjaan.”

“Mengalami kekecewaan berat dalam hidup, kehilangan orang paling dicintai, masalah dengan keuangan, persaingan karier, gangguan hormonal, antara lain adalah sebagai pencetus depresi.”

Merokok Mengobati Gejala Depresi ?

Dalam artikel dalam jurnal The Lancet terbaru, terungkap bahwa para perokok dengan riwayat depresi ternyata akan lebih sulit menghentikan kebiasaan merokoknya. Temuan ini mengkonfirmasikan kecurigaan yang telah berlangsung lama bahwa merokok adalah cara toksik yang dipilih sendiri dan digunakan oleh individu depresi untuk mengobati gejala yang mereka rasakan.

“Itu adalah self-medication dengan konsekuensi sangat buruk,” kata psikiater Alexander Glassman, MD, kepala klinik psikofarmakologi di New York Psychiatric Institute dan juga pengajar Columbia University College of Physicians and Surgeons. Glassman juga mengatakan bahwa daerah di otak tempat nikotin tampaknya mampu mengurangi efek depresi. Dan ini dapat menjadi target dari suatu obat baru yang didisain dengan mekanisme aksi yang sama, tentunya tanpa menimbulkan efek berbahaya seperti merokok. Ia meramalkan obat tersebut akan menjadi kelas baru dalam jajaran pengobatan antidepresan.

Dalam studi tentang hal ini, menurut lycoshealth, 100 perokok dengan riwayat depresi erat diikutkan dalam uji berhenti merokok selama dua bulan. Dari mereka, 76 orang selanjutnya mengikuti program untuk melihat apakah depresi mereka kambuh lagi. Dari 42 orang yang berhasil berhenti merokok, 13 orang mengalami episode depresi berat, sedangkan hanya dua dari 34 orang yang terus merokok menjadi depresi.

Mereka yang terus merokok dan menjadi depresi hanya 5%, namun orang-orang yang berhenti merokok dan menjadi depresi mencapai 30%, suatu perbedaan yang cukup nyata. Studi ini dilakukan mengingat fenomena umum bahwa orang-orang dengan riwayat depresi lebih cenderung untuk merokok dibanding mereka yang tidak depresi. Hal ini jugalah yang kemudian mendasari persetujuan penggunaan antidepresan Welbutrin sebagai agen penghentian merokok atau smoking-cessation agent, dengan nama dagang Zyban.

Kini, menurut Glassman, studi baru akan dilaksanakan untuk menentukan apakah penggunaan berkepanjangan dari Zyban akan mencegah rekurensi atau kambuhnya depresi pada orang-orang yang pernah mengalami depresi sebelumnya. Dengan didanani oleh The National Institute on Drug Abuse, diharapkan studi ini akan dapat segera dilakukan.

Menurut Raymond Niaura Md, professor psikiater dari Brown Medical School, temuan ini mengejutkan dan merupakan bukti terkuat dari apa yang selama ini diduganya. Barangkali lebih banyak orang yang berisiko mengalami depresi saat mereka mencoba berhenti merokok daripada yang selama ini diperkirakan. Sementara untuk orang yang pernah depresi, berhenti merokok akan lebih sulit. Mereka berada di posisi tak menyenangkan, berhenti merokok untuk meningkatkan kesehatan mereka namun berisiko mengalami depresi lagi. (klinikpria.com)

Depresi Setelah Gagal Usaha

SAYA seorang ayah dari tiga orang anak, dua di antaranya sudah sekolah di SMP. Usia saya 40 tahun dan termasuk yang aktif dan energik. Tahun-tahun terakhir ini saya sangat aktif dalam berbagai kegiatan, baik bisnis, kantor, maupun kuliah.

Anehnya sekira tiga bulan terakhir saya merasa sangat depresi. Saya menduga itu akibat saya mengalami kegagalan dalam salah satu usaha. Sebelumnya saya sering mengalami kegagalan yang sama, tetapi saya biasa-biasa saja. Setelah peristiwa itu, kini saya menjadi minder atau rendah diri. Setiap menghadapi masalah saya selalu takut gagal dan pesimis.

Saya kini tidak lincah lagi dan lebih suka malas-malasan. Di tempat kerja saya merasa menjadi semakin asing. Saya merasa begitu banyak orang yang profesional dan saya tidak lagi punya kemampuan. Meski saya telah 15 tahun bekerja, tapi rasanya orang lain begitu hebat, sedang saya rasanya serba ketinggalan.

Pertanyaan saya:

1. Apakah perasaan minder seperti itu merupakan gejala alamiah yang biasa dihadapi laki-laki usia 40 tahun?

2. Pria di usia puber kedua seperti ini sering kali menikah lagi, apakah pernikahan tersebut sesungguhnya untuk sekadar menutupi rasa minder seperti yang sedang saya alami.

3. Apakah rasa minder saya akan sembuh dengan sendirinya ataukah saya harus menjalani pengobatan?
Atas budi baik dan jawabannya saya sampaikan terima kasih.

Tn. S di Bandung

USIA pertengahan adalah usia antara 40 dan 65 tahun. Sebenarnya masa ini merupakan puncak kehidupan yang penuh tanggung jawab dan penuh pula dengan ketegangan-ketegangan.

Pada usia pertengahan, seseorang mencapai puncak kematangan jiwa. Dia mencapai puncak kariernya sampai kemudian keadaan dalam semua

segi menurun dan akhirnya melanjut ke usia tua (old age).

Sejak umur 40 tahun sampai 55 tahun kemampuan fisik pria mulai menurun dan umumnya tinggal 50% dari waktu usia muda. Keadaan ini sering menimbulkan kekhawatiran bahwa kemampuan tersebut akan terus menurun, sehingga tidak dapat menikmati lagi kehidupan yang menyenangkan, termasuk kehidupan seks.

Sebagian pria usia ini cenderung mencari wanita lain di luar rumah. Di sisi lain sering pula pria di usia ini disenangi wanita muda karena cukup mempunyai uang, cara bergaulnya yang berpengalaman (dewasa), atau ada pula yang memang karena wanita muda tersebut mencari figur ayah. Perilaku seperti ini timbul karena pria merasa telah kehilangan masa muda untuk seterusnya. Dengan mencari wanita yang lebih muda, dia berupaya untuk menutupi ketuaannya sendiri. Ia tidak sanggup melihat dirinya semakin tua, lalu menggunakan wajah wanita muda itu untuk menutupinya. Dengan demikian, ia tidak perlu lagi melihat dirinya.

Keadaan ini berlaku pula bagi wanita setengah tua yang mencari laki-laki yang jauh lebih muda, dengan harapan dia akan menjadi lebih muda. Artinya wajah muda dari pria tersebut seolah-olah menutupi wajahnya sendiri, sehingga ketuaannya tidak tampak lagi.

Tn. S, Anda adalah seorang yang aktif, energik, dan kompetitif. Hal ini terbukti dalam satu tahun terakhir Anda sangat aktif dalam berbagai kegiatan, baik binis, kantor, maupun kuliah. Jadi, perasaan minder yang dialami bukan merupakan suatu proses ketuaan yang alamiah, tetapi merupakan psikopatologi atau gejala gangguan jiwa yang disebut depresi.

Hampir semua penderita depresi selalu mengeluh bahwa kekecewaan merupakan pangkal penyebabnya. Penyebab kekecewaan banyak contohnya, kegagalan dalam usaha (seperti yang tengah Tn. S alami), kehilangan materi atau harta benda, kehilangan orang yang dikasihi, kehilangan harga diri, atau kehilangan jabatan.

Sebagai manusia, tidak mungkin dapat lepas dari kekecewaan. Suatu saat semua orang pasti akan mengalami kekecewaan, seperti seorang pejabat yang harus pensiun karena usianya (meskipun dirinya belum siap), seorang pengusaha yang mengalami kerugian akibat kenaikan nilai dolar terhadap rupiah, orang tua kecewa karena anak- anak yang diharapkannya nakal dan rapornya buruk, seorang istri kecewa karena suaminya tidak lagi memperhatikan dirinya, atau ada pula yang kecewa karena penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kalau diperhatikan lebih lanjut, umumnya kekecewaan itu berkisar sekitar masalah pekerjaan, jabatan, kekuasaan, penghasilan, keuangan, dan sebagainya.

Sedangkan bagi kaum wanita umumnya kekecewaan berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya percintaan, kesetiaan, dan persoalan rumah tangga.

Tuduhan kedua yang tersering menjadi penyebab depresi adalah terperangkap. Mereka merasa terperangkap oleh suatu situasi dan tidak mampu keluar dari situasi tersebut. Misal seorang pasien wanita muda usia 25 tahun menjadi pasien depresi kami karena merasa terperangkap. Di usianya yang ke-17 harus menikah dengan seorang duda yang tidak dicintainya, setahun kemudian melahirkan anak, seterusnya hampir setiap tahun melahirkan dan kini jumlah anaknya 4 orang. Di usia yang masih muda dengan anak 4 ternyata diketahui suaminya punya wanita idaman lain alias selingkuh. Dia merasa terperangkap oleh situasi tersebut. Dia menyalahkan nasib yang telah menyudutkannya.

Ada pula pasien lain seorang wanita yang mengalami depresi karena merasa terperangkap harus menikah dengan mantan suami kakaknya. Kakaknya telah meninggal. Wanita itu mendapat titipan dari kakaknya yang meninggal untuk mengawini suaminya. Sebenarnya ia tidak mencintai duda itu, karena telah punya pacar pilihannya sendiri, yaitu pemuda yang sebaya dengannya.

Banyak pasien depresi karena rasa percaya diri yang kurang. Tn. S sedikit berbeda, karena memiliki rasa percaya diri yang baik dan kompetitif, menjadi kurang percaya diri karena depresi yang dialami. Rasa percaya diri yang turun ini menyebabkan Tn. S mengalami depresi. Merasa minder dan rendah diri, takut gagal dan pesimis, tidak lincah lagi dan lebih suka malas-malasan, serta merasa asing, meski telah 15 tahun bekerja rasanya orang lain begitu hebat merupakan tanda-tanda suatu gangguan jiwa yaitu depresi.

Bila gejala-gejala depresi telah mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari, seperti bekerja, kuliah, atau mengganggu pergaulan sosial, sudah waktunya untuk diobati.

Umumnya 10% dari penderita yang datang berobat ke poli spesialis adalah penderita depresi. Pengobatan medikamentosa yang diberikan umumnya golongan antidepresan. Pasien yang baru mendapat serangan biasanya diberikan selama 2 bulan, tetapi yang kronis dan yang sering kambuh sebaiknya diberi antidepresan sampai 6 bulan bebas serangan.

Saat ini sudah banyak antidepresan golongan baru yang khasiatnya lebih baik dan lebih aman. Pemberian antidepresan yang tepat dalam waktu dua minggu gejala-gejala depresi akan banyak berkurang dan akan berfungsi kembali seperti sedia kala.***

Depres Kian Mengancam
i
Lebih dari 30 persen kasus depresi di tempat praktik dokter tidak terdeteksi.

Jumat, 9 Juni 2006, di kediamannya di Bandung, merupakan hari terkelam dalam hidup Iman Abdullah. Kepulangan Iman hari itu seolah hanya untuk menjumpai ketiga jasad anaknya, yakni Faras (enam tahun), Nazhif (tiga tahun), dan Umar (tujuh bulan) yang sudah terbujur kaku. Yang paling mengiris hatinya, kematian anak yang selalu menjadi penyemangat hidupnya disebabkan oleh istri tercintanya, Anik Koriah Sriwijaya.

Setelah melalui proses sidang, Anik dilepaskan dari segala macam dakwaan. Karena, saat melakukan pembunuhan, Anik dalam keadaan depresi. Gejala depresinya sudah terjadi sejak ia duduk sebagai mahasiswi ITB. Selain karena gejala yang ditimbulkan tidak menunjukan keanehan, orang di sekeliling Anik tidak menyangka, Anik yang berprestasi dan masih muda mengalami gejala depresi.

Gejala depresi memang sering tidak terasa dan tidak diketahui. Bahkan, lebih dari 30 persen kasus depresi di tempat praktik dokter tidak terdeteksi. Karena, gejala utama depresi seperti perasaan depresif (murung, sedih), hilangnya minat/gairah, dan rasa lemas tak bertenaga pernah terjadi pada siapa pun.

Menurut Ketua Kolegium dan Guru Besar Psikiatri FKUI RSCM, Prof Dr Sasanto Wibisono SpKJ, gejala utama itu biasanya diikuti sedikitnya dua gejala tambahan. Misalnya, konsentrasi menurun, rasa tak berguna dan bersalah, gangguan pola tidur, gangguan pola makan/berat badan, serta rasa putus asa, dan pikiran bunuh diri. ”Biasanya gejala ini berlangsung lebih dari dua minggu,” cetus dia.

Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban distabilitas, meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan risiko bunuh diri. Berdasarkan studi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), gangguan mental menempati urutan keempat penyebab distabilitas pada 2000.

Diperkirakan, 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidak mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (termasuk skizofrenia). Depresi juga berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien dan seluruh keluarganya.

Pengobatan
Pada 2020, depresi diperkirakan menempati urutan kedua dalam beban global gangguan kesehatan. Sasanto mengatakan, sebagian besar gangguan depresi dapat diobati. Saat ini, perkembangan obat antidepresi mencapai kemajuan sehingga dapat digunakan dalam menangani komorbiditas (gangguan mental).

Perawatan gangguan depresi perlu dilakukan untuk jangka lama untuk mencegah kekambuhan. Penanganannya juga harus dilakukan secara komprehensif, yaitu melibatkan dukungan keluarga dan lingkungan sosial. Menurut dia, depresi dalam komorbiditas dengan penyakit medik menahun perlu ditangani secara menyeluruh karena dampak negatifnya.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi risiko kekambuhan. Di antaranya, ketidakpatuhan pasien, stres pribadi, ciri kepribadian neurotik (penyakit di mana penderitanya mengalami kekhawatiran terhadap banyak hal dalam kadar yang berlebihan), ignorance (ketidaktahuan), pengaruh tradisi yang tidak mempercayai obat dokter, ketidaknyamanan karena efek samping obat,penghentian obat antidepresan terlalu dini. Kemudian, masih adanya gejala sisa daridepresi, resistensi terhadap obat antidepresan, dan faktor lingkungan yang tidak mendukung.

Sementara itu, Vice President Neuroscience Philip Ninan mengatakan, saat ini paradigma pengobatan depresi bergeser dari pengendalian gejala menuju penanganan secara komprehensif. Paradigma baru ini lebih memfokuskan pada identifikasi pasien dengan faktor risiko kekambuhan dan pengelolaan proses depresi.

Hingga sekitar lima tahun lalu, kata Philip, pemberian antidepresan merupakan tujuan standar dalam pengobatan depresi. Namun kini, tujuan pengobatan depresi adalah mencapai pemulihan (remission).

Ada beberapa dimensi yang penting dalam pengobatan yakni dimensi obat, waktu, lingkungan/keluarga, dan personal. Untuk dimensi personal faktor genetik yakni kepribadian dasar, kepercayaan, budaya, pengetahuan, sangat berperan aktif. Budaya masyarakat yang masih memberikan stigma pada orang depresi akan mempersulit pengobatan. Dukungan dari keluarga ataupun lingkungan sangat berperan besar untuk kesembuhan.

Dulu, pengobatan yang dilakukan pada pasien depresi adalah mengurangi atau mengurangi gejala depresi. Kini, pengobatan ditekankan pada mengatasi gejala dan mengembalikan fungsi sosial. Fungsi itu, kata Sasanto, akan kembali jika masyarakat membantu memberikan dukungan dan lingkungan yang positif untuk kesembuhan. ”Bukan menjauhi, atau memberikan stigma,” cetus dia.

Salah satu bentuk pengobatan dengan terapi depresi. Pengobatan ini merupakan terapi menyeluruh untuk meningkatkan kualitas hidup, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko kekambuhan, menghilangkah gejala, dan lainnya. n ren

Iktisar:

- Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban distabilitas, meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan risiko bunuh diri.
- Mereka yang menderita depresi umumnya berada dalam usia produktif yakni pada usia kurang dari 45 tahun.
- Diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi,
( )

Wanita Lebih Rentan Depresi

Rabu, 21/03/2007

Depresi merupakan gangguan psikologis yang memengaruhi perasaan, pikiran, fisik, serta tingkah laku. Mengenali gejala sedini mungkin dan memberikan perawatan tepat dapat mengatasi gangguan tersebut. Kenyataannya, masyarakat kurang menyadari gejala-gejala yang timbul sehingga depresi menjadi masalah yang lebih rumit.

KETIKA seseorang merasakan kesedihan, lelah setelah bekerja berat atau putus asa saat menghadapi masalah serius, kondisi tersebut belum bisa disebut depresi. Bisa disebut depresi bila gejala tersebut berlangsung selama beberapa hari atau minggu ketika menghadapi stres.

Gejala akan tetap ada walaupun fase sudah terlewati. Bahkan semakin kuat, serta akan memengaruhi pekerjaan, sekolah, dan tanggung jawab di dalam keluarga. Gejala-gejala apa yang seharusnya kita kenali? Seseorang dikatakan depresi jika sedikitnya mengalami dua dari gejala utama, yaitu perasaan depresif seperti murung dan sedih, hilangnya minat atau gairah, serta rasa lemah tidak bertenaga.

“Di samping gejala utama, ada gejala tambahan seperti konsentrasi menurun, rasa bersalah berlebihan, gangguan pola tidur dan makan, serta rasa putus asa,” kata Ketua Kolegium Psikiatri Prof Sasanto Wibisono dr SpKJ (K), dalam media edukasi “Paradigma Baru Pengobatan Depresi”, di Jakarta minggu lalu. Kondisi tersebut, menurut dia, akan berlangsung lebih dari dua minggu. Apakah penyandang depresi dipengaruhi jenis kelamin?

Walaupun kriteria diagnostik sama untuk semua jenis kelamin, wanita ternyata lebih rentan mengalami depresi. “Wanita lebih berisiko depresi disebabkan perubahan hormonal serta perbedaan karakteristik di antaranya keduanya,” ungkap Kepala Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Psikiatri FKUI dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ (K). Hal senada diungkapkan psikiater dari University of Nebraska College of Medicine Subhash C Bhatia MD.

Dia mengungkapkan, kriteria depresi adalah sama untuk semua jenis kelamin. Akan tetapi, wanita lebih mudah merasakan perasaan bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan nafsu makan, gangguan tidur, serta gangguan makan. Dokter Danar menambahkan, kemungkinan wanita mengalami depresi satu setengah kali sampai dua kali dibandingkan pria. Ditegaskannya kembali bahwa tidak semua wanita mengalami hal tersebut.

Namun, masalah perubahan hormonal sering dikaitkan dengan kecenderungan depresi. Ketika seseorang mengalami depresi, jumlah cairan kimia di dalam otak berkurang. Hal itu dapat menyebabkan sel otak bekerja lebih lambat. Cairan neurotransmitter tersebut adalah serotonin. Bila terjadi ketidakseimbangan, akan menyebabkan depresi. Selain serotonin, ada zat penghantar saraf lain yang berperan menyebabkan depresi, seperti norepineprin, dopamine, histamin, dan estrogen. Estrogen yang merupakan hormon kaum wanita ini bertanggung jawab sebagai penyebab depresi.

Ketika jumlah estrogen menurun akan memunculkan gejala-gejala depresi. Di samping itu, estrogen juga akan memberi pengaruh secara langsung timbulnya depresi itu sendiri. Lebih jauh Subhash mengungkapkan, di dalam tubuh wanita terdapat dua hormon yaitu estrogen serta progesteron. Keduanya bekerja bergantian, misalnya dalam kondisi menstruasi jumlah estrogen menurun sedangkan progesteron naik. Pada saat menstruasi atau pre-menstrual syndrome (PMS).

Dalam kondisi ini wanita lebih mudah untuk sedih, sensitif, marah, serta mudah menangis. “Bagi wanita yang menjelang menopause, tepatnya satu tahun sebelumnya, akan semakin berisiko mengalami depresi. Kondisi ini disebut pre-menopause, kecenderungannya wanita lebih sensitif serta paranoid sehingga semakin berisiko,” tutur dr Danar.

Psikiater yang juga praktik di RS Mitra Internasional mengungkapkan, penurunan estrogen pada wanita akan berpengaruh pada emosi. Selain perubahan hormonal, karakteristik wanita yang lebih mengedepankan emosional daripada rasional juga berperan. Ketika menghadapi suatu masalah, wanita cenderung menggunakan perasaan.

Atasi Kekambuhan, Tingkatkan Kualitas Hidup
DEPRESI merupakan masalah psikologi yang umum terjadi, kebanyakan penyandangnya tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Kalaupun mendapatkan perawatan, masih terdapat kesalahan diagnosis.

Kondisi tersebut patut disayangkan mengingat perawatan yang tepat akan mampu mengubah secara signifikan suasana hati serta penyesuaian kehidupan sosial seseorang. Karena depresi sering kali tidak terdiagnosis, individu yang mengalami depresi selalu berlanjut dan merasa tidak berguna. Sering kali pengobatan depresi dilakukan dalam jangka waktu singkat untuk semua pasien.

Pengobatan depresi jangka pendek bisa saja efektif bagi beberapa pasien yang mengalami episode depresi tunggal dan memiliki risiko yang lebih kecil untuk mengalami episode baru depresi. Banyak pasien mengalami depresi kronis untuk waktu lama dan mayoritas pasien yang mengalami episode depresi mayor akan mengalami kasus berulang bahkan kasus berulang ganda.

Dengan demikian tiap pasien membutuhkan penanganan berbeda. Prof Sasanto Wibisono dr SpKJ (K) mengatakan, keluhan somatik sebagai bagian gejala depresi sering diobati sebagai gejala penyakit fisik,sedangkan depresinya tetap tersamar. “Sebagian besar pasien depresi akan mengalami kekambuhan yang akan meningkatkan beban penyakit, seperti gejala semakin parah atau risiko kambuh selanjutnya akan semakin besar,” katanya.

Dr Danardi Sosrosumihardjo, SpKJ (K) menambahkan ada dua penyebab depresi yaitu endogen serta eksogen. Depresi endogen merupakan depresi yang disebabkan dari dalam, sedangkan eksogen berasal dari luar atau kontribusi lingkungan. “Untuk depresi endogen tidak ada cara lain selain menggunakan obat-obatan untuk menstabilkan kadar cairan neurotransmitter dalam otak.

Sementara, depresi eksogen bisa diberikan perawatan, seperti terapi kognitif, psikoterapi suportif,” katanya. Selama ini kalangan medis menggunakan obat golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor). SSRI bekerja hanya berefek tunggal sehingga biasanya tidak mampu mengatasi relapse (kekambuhan) dan recurrent (kasus berulang). Akibatnya, gejala sisa depresi dengan manifestasi bermacam-macam masih belum teratasi.

Dengan demikian diperlukan obat antidepresan yang memiliki kerja ganda sehingga dapat berdampak sinergis dalam menangani gejala,yaitu SNRI (serotonin nor epinephrine reuptake inhibitor). Golongan obat ini bekerja ganda dengan mencegah relapse serta reccurent. Risiko kekambuhan dan kasus berulang, kekronisan, dan resistansi pengobatan dapat meningkat seiring dengan munculnya episode baru depresi.

“Pengobatan depresi bertujuan untuk mengembalikan peran serta fungsi, menghilangkan gejala,serta meningkatkan kualitas hidup,” kata Sasanto. Dia menambahkan, sebagian besar gangguan depresi dapat diobati sehingga harus dilakukan secara komprehensif menyertakan dukungan keluarga, dan lingkungan sosial.

Pengaruh Pola Asuh Orangtua
DEPRESI merupakan salah satu gangguan jiwa yang sering terabaikan. Penyandang depresi yang berlanjut tak jarang akan bertindak ekstrem seperti bunuh diri. Depresi yang biasa muncul pada usia dewasa awal tidak sertamerta muncul.

Seseorang akan mengalami gangguan depresi disebabkan oleh tiga faktor, yaitu genetik, pola asuh, serta stressor. Gangguan depresi merupakan kelainan jiwa yang dapat diturunkan orangtua. Faktor yang kedua yang tidak bisa juga diabaikan adalah pola asuh yang diterapkan ke anak. Pola asuh yang diajarkan dalam menerapkan pendidikan ke anak juga turut memberikan kontribusi.

“Pola asuh akan membuat seseorang matang (mature) atau tidak. Kematangan akan semakin tampak saat anak menghadapi satu masalah,” kata dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ (K). Seseorang yang mengalami suatu kejadian akan mengalami tiga fase, yaitu protes, fase sedih, dan acceptance. Ketika menghadapi suatu masalah, seseorang akan mudah berpindah ke fase berikutnya. Perpindahan fase tersebut berlangsung cepat.

“Seseorang yang lambat bahkan tidak bisa berpindah ke fase berikutnya akan rentan untuk mengalami depresi. Dengan kematangan yang dimiliki, seseorang akan mudah untuk berpindah dari satu fase ke fase berikutnya,” tutur psikiater yang juga sebagai direktur pengawasan NAPZA Badan POM. Pola asuh yang menerapkan kepercayaan (trust), inisiatif, mempunyai aturan akan menjadi bekal anak-anak bersosialisasi dan memiliki keterampilan dalam menghadapi masalah.

Hal yang sama diutarakan psikolog dari Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi UI Dra Dini P Daengsari Msi. Dia mengatakan bahwa pola asuh akan berperan membuat anak berkembang atau tidak. “Ada beberapa macam pola asuh, yaitu otoriter, permisif, uninvolved, serta demokratis. Sebaiknya orangtua menerapkan pola asuh demokratis,”kata Dini.

Menurut dia, pola demokratis terjadinya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak sehingga anak boleh berpendapat. Orangtua mendengarkan keinginan, harapan, serta tetap menetapkan rambu-rambu kepada anak-anak. “Anak akan merasa didengarkan dan memudahkan anak untuk berekspresif,” kata alumnus UI ini.

Dia menuturkan,pribadi anak akan semakin berkembang ketika belajar bertoleransi, berinisiatif, serta berani mengambil keputusan. Berbeda dengan pola asuh otoriter, orangtua cenderung memaksa keinginan terhadap anak. Komunikasi yang terjalin satu arah, orangtua hanya melarang dan memberi perintah dan anak tidak mempunyai hak untuk berbicara. (hendrati hapsari)

Sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/kesehatan/wanita-lebih-rentan-depresi-3.html

Kenali Keluhan akibat Depresi

Selama hampir delapan tahun, Ny Sri Purwanti kerap didera rasa sakit pada bagian leher, pusing, dan susah tidur. Ibu dari lima anak ini pun kurang nafsu makan dan sering mengeluh sakit perut.

Keluhan fisik itu terutama kambuh setiap kali ada masalah rumah tangga. Karena suaminya sering berlayar selama berbulan-bulan, ia harus mengurus kelima anaknya sendirian. Padahal, kondisi ekonomi saat itu pas-pasan. Ia juga sering merasa cemburu saat berjauhan dengan suami.

Pertengkaran pun kerap terjadi. Lingkungan sekitar tempat tinggalnya di Bekasi yang sangat padat dan penuh polusi tambah bikin Ny Sri uring-uringan. Akhirnya, ia berkonsultasi ke psikiater didampingi suaminya. Setelah diperiksa, ia dinyatakan terserang depresi.

Seusai menjalani pengobatan dan rajin konseling, gejala depresi yang diderita mulai berkurang. Ny Sri yang berusia 47 tahun kini telah sembuh dan kembali ceria, apalagi suaminya tidak lagi berlayar. “Saya merasa bahagia. Sekarang kami sekeluarga tinggal di Ciawi, Bogor, suasananya tenang dan udaranya sejuk,” tuturnya.

Lain lagi cerita yang dialami Ny Sarah (48), bukan nama sebenarnya. Hubungannya dengan suami yang bekerja di sebuah perusahaan milik negara maupun dengan kedua anaknya yang masih kuliah tergolong harmonis. Kondisi ekonominya pun relatif berkecukupan.

Namun, sejak enam bulan terakhir ia sulit tidur dan sering terbangun, kerap berdebar, dan berkeringat dingin. Ibu rumah tangga ini juga mudah tersinggung, malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukannya, enggan keluar rumah karena merasa tidak cantik lagi, serta merasa mulai dijauhi teman-temannya.

Selain itu, siklus menstruasinya mulai tidak teratur dan sering mengalami sakit pada bagian bawah perut secara berlebihan apabila sedang haid. Sebelum datang ke psikiater, ia telah berobat ke dokter spesialis jantung dan spesialis kandungan. Menurut ahli kedokteran jiwa dr Syailendra Wijaya Sajarwo SpKJ dari Rumah Sakit Pusat Pertamina, ia menderita depresi pada perimenopause.

Keluhan fisik

Berbagai keluhan fisik yang dialami seseorang kemungkinan merupakan akibat depresi. Sayangnya, hal itu jarang disadari penderitanya. Mereka umumnya datang ke dokter dengan keluhan kelelahan, insomnia, nyeri, gejala sakit maag atau gejala fisik lainnya.

Depresi merupakan fluktuasi emosi yang bersifat dinamik, mengikuti suasana perasaan internal dan eksternal individu. Data Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan, pada tahun 2020 depresi akan jadi beban global sebagai penyakit kedua di dunia setelah jantung iskemik. Prevalensi depresi diperkirakan 5 persen hingga 10 persen per tahun, sedangkan prevalensi depresi pada wanita dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan pria.

Penderita depresi umumnya memiliki gejala klinis berupa kehilangan minat, menarik diri dari aktivitas sehari-hari, pemurung, kelelahan, nafsu makan hilang atau malah berlebihan, sulit konsentrasi, ingin bunuh diri. “Penderita juga mudah tersinggung, merasa bersalah, tak berharga, dan pesimistis,” kata dr Syailendra Wijaya Sajarwo SpKJ yang juga praktik di Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta.

Sebanyak 50 persen hingga 69 persen pasien depresi mengeluhkan gejala somatik, seperti pusing, mual, keluhan lambung, saluran napas, dan nyeri tak jelas sumbernya. Karena itu, perlu diwaspadai gejala-gejala depresi seperti fatique, insomnia, sesak napas, nyeri punggung, diare, dan sakit kepala. Pasien juga bisa menderita nyeri dada, gangguan seksual, nyeri pinggang, dan gangguan sistem saraf otonom.

“Gejala depresi dapat memburuk, mengganggu perilaku sehari-hari, dan muncul bersama penyakit lain,” kata Koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Jakarta dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ (K).

“Penyakit fisik yang menyertai depresi itu, antara lain, penyakit paru kronik, gangguan neurologik, gangguan pencernaan, kanker, pascastroke, diabetes mellitus, jantung koroner, dan parkinson,” ujar Danardi menambahkan. Depresi dan penyakit fisik ini muncul bersamaan, tetapi sebagai penyakit yang tidak ada hubungannya sama sekali.

Depresi muncul dua sampai sepuluh kali lebih tinggi pada keturunan pertama dibandingkan kontrol normal, dan pada keturunan kedua menurun tajam. Depresi juga bisa terjadi pada saudara kandung maupun saudara kembar. “Faktor biologis pemicu depresi adalah serotonin, norepinephrin, dan dopamine,” tuturnya.

“Tekanan lingkungan bisa memicu depresi kepada seseorang, seperti putus cinta, pola asuh penuh keharusan, terisolasi dari pergaulan sosial, perubahan hidup yang besar, dan kesulitan keuangan,” ujar Danardi. Depresi mudah menyerang orang dengan kepribadian mudah khawatir, harga diri kurang, sensitif, mengkritik diri sendiri, pemalu, tidak asertif, dan perfeksionis,” kata Danardi.

Pada perempuan, faktor hormonal ikut mendorong terjadinya depresi. Hal ini umumnya terjadi saat siklus haid, kehamilan atau pasca persalinan, dan menjelang menopause. “Kaum perempuan di perkotaan rentan terkena depresi dibandingkan dengan pria karena menanggung beban ganda. Mereka harus bekerja dan dituntut dapat mengurus rumah tangga dengan baik,” ujar Syailendra.

Pengobatan

Banyak penderita depresi kurang mendapat pengobatan. Sebab, pasien umumnya kurang mengenali gejala depresi, perhatian penyakit cenderung pada keluhan somatik atau fisik, kurang paham akibat buruk depresi yang tidak diobati, terbatasnya pelayanan kesehatan, dan adanya stigma.

Sementara tenaga kesehatan kurang mendapat pengetahuan tentang depresi dan pengobatannya, kurang menguasai keterampilan interpersonal menghadapi gangguan emosi, sulit mendiagnosis depresi. “Sistem penggantian asuransi untuk gangguan mental masih belum berjalan dengan baik,” kata Danardi.

Ada sejumlah pilihan terapi bagi penderita, yakni farmakoterapi, psikoterapi, atau konseling dan electroconvulsive therapy (ECT). Farmakoterapi kadang kurang efektif sebab 52 persen dari dokter umum memakai dosis lebih rendah dari yang dianjurkan. Sekitar 40 persen dari dokter umum dan tujuh persen dari psikiater meresepkan dalam jangka waktu lebih pendek dari rekomendasi periode terapi berkelanjutan minimum.

Terapi rumatan dengan menggunakan obat antidepresi bisa mengurangi mengurangi risiko kambuhnya gangguan depresi. Hal ini harus disertai dengan terapi berkelanjutan dengan antidepresan untuk mengurangi kemungkinan kekambuhan hingga 70 persen dibandingkan penderita yang menghentikan pemberian obatnya.

Obat antidepresan dinilai efektif karena bekerja lebih baik dan cepat daripada nonpsikofarmaka. Syaratnya, pengobatan harus dipatuhi dengan ketat. “Kesalahan yang lazim terjadi adalah tidak memantau hasil pengobatan, efek samping dan ketaatan berobat, dosis tidak cukup, terlalu cepat menghentikan, dan tidak memberi edukasi kepada pasien dan keluarganya,” ujar Danardi.

Bagi pasien depresi yang resistan terhadap pengobatan yang standar dan terapi kejut, dalam majalah Newsweek disebutkan kini ada metode non-invasif bernama repetitive transcranial magnetic stimulation (RTMS). Terapi ini merupakan metode non invasif untuk membangkitkan sel-sel saraf pada otak dengan cepat melalui gelombang elektromagnetik yang lemah. RTMS juga merupakan alat untuk meneliti bagaimana fungsi otak.

Dalam suatu studi baru-baru ini, 45 persen dari pasien yang diberi RTMS mengalami keringanan sedikitnya separuh dari gejala depresi, sementara 31 persen pasien benar-benar hilang gejala depresinya setelah sembilan minggu menjalani RTMS. Sejauh ini, RTMS siap digunakan di Kanada, Australia, Selandia Baru, Israel, dan Uni Eropa. Pada awal tahun 2007, Pemerintah Amerika Serikat kemungkinan mengeluarkan aturan tentang RTMS sebagai penanganan depresi.

Namun, penggunaan RTMS ini butuh penelitian lebih lanjut, terutama bagaimana sebaiknya pemakaian RTMS kepada pasien depresi jika digabungkan dengan antidepresan dan ECT. Sebab, hingga kini belum ada data yang konsisten karena tak ada panduan pelaksanaannya dan keterbatasan penelitian yang dilakukan.

Selain mengikuti berbagai terapi itu, penderita dianjurkan melakukan aktivitas positif, menetapkan target harian yang ringan dan dapat dicapai untuk melakukan aktivitas menyenangkan, merencanakan hal-hal yang akan dilakukan. “Cobalah berkumpul bersama orang lain atau anggota keluarga untuk berbagi rasa,” tutur Danardi.

Keterlibatan keluarga penting dalam penyembuhan pasien. Karena itu, keluarga perlu mendapat informasi tentang perjalanan penyakit, hasil diagnosis, dan rencana terapi. Keluarga diharapkan bisa ikut membantu mengenali keluhan fisik akibat depresi, mengawasi kondisi pasien, dan memotivasinya untuk sembuh. (Evy Rachmawati)

Mengukur Kadar Depresi Sendiri
Personal Test Sat, 03 Dec 2005 09:02:00 WIB

Memang hanya dokter yang dapat mendiagnosis adanya gejala depresi dalam diri Anda. Namun, daftar pertanyaan ini dapat membantu Anda mengenali sejumlah gejala depresi. Harus diingat pula bahwa daftar pertanyaan ini hanyalah alat skrining, bukan diagnosis. Diskusikan hasil skrining ini dengan dokter bila Anda perlu berkonsultasi dengan mereka.

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jujur. Setelah itu hitung berapa nilai skor Anda dan cocokkan dengan kategori di bawah. Dalam dua pekan terakhir, seberapa seringkah Anda terganggu oleh masalah-masalah berikut ini?

1. Hanya ada sedikit sekali minat atau kesenangan dalam melakukan segala sesuatu.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

2. Merasa down, tertekan, atau tanpa harapan.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

3. Punya kesulitan untuk tidur nyenyak atau malah terlalu banyak tidur.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

4. Merasa lelah atau hanya memiliki sedikit energi
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

5. Tak ada nafsu makan atau malah makan berlebihan
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

6. Merasa tak enak terhadap diri sendiri karena merasa gagal atau membiarkan diri sendiri atau keluarga jadi sedih.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

7. Kesulitan berkonsentrasi saat misalnya sedang membaca koran atau menonton televisi.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

8. Orang berkomentar Anda bergerak atau berbicara begitu lambat. Atau malah kebalikannya, Anda begitu resah dan gelisah. Anda kelihatan bergerak lebih banyak dari yang biasa terjadi.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

9. Anda pernah berpikir lebih baik mati atau melukai diri sendiri.
- Tidak sama sekali
- Beberapa hari sekali
- Lebih dari separuh dalam sepekan
- Hampir setiap hari

Penilaian
Beri nilai
1 untuk jawaban Tidak sama sekali
2 untuk jawaban Beberapa hari sekali
3 untuk jawaban Lebih daari separuh dalam sepekan
4 untuk jawaban Hampir setiap hari

Jika Nilai Anda…
0-4 Anda bebas dari depresi
5-10 Anda mungkin terkena depresi ringan
10-15 Anda mungkin terkena depresi sedang
15-20 Anda mungkin terkena depresi cukup parah
Lebih dari 20 Anda mungkin terkena depresi sangat parah

Bila Anda terkena depresi..
Anda mungkin pernah punya pikiran untuk bunuh diri atau membahayakan diri sendiri. Pikiran seperti itu umum terjadi saat depresi dan tak boleh diabaikan. Jika pikiran untuk bunuh diri itu intensitasnya meningkat, segera konsultasi dengan psikiater untuk mendapatkan bantuan konseling secepatnya.

Pikiran bunuh diri itu sering dikaitkan dengan depresi, tetapi Anda juga dapat bunuh diri karena alasan-alasan lain. Anda bahkan dapat bunuh diri saat hanya ada sedikit atau tanpa gejala depresi. Tenaga profesional dapat membantu Anda mengenali perasaan-perasaan ini.

Depresi adalah masalah serius, tetapi dapat diobati. Dokter dapat membantu dengan pengobatan yang tepat, sehingga Anda dapat menjalani hidup lebih baik.

Sumber: Majalah Nirmala

Apakah Itu Depresi?

Depresi adalah penyakit suasana hati. Penyakit yang lebih dari sekadar kesedihan atau dukacita. Depresi adalah kesedihan atau dukacita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama. Ada berbagai penyebab depresi:

· peristiwa dalam kehidupan sehari-hari

· perubahan kimia dalam otak

· efek samping obat

· beberapa penyakit fisik

Kurang lebih 5-10 persen masyarakat umum mengalami depresi. Namun angka depresi pada Odha dapat mencapai 60 persen.

Menjadi depresi bukan tanda berjiwa lemah. Depresi tidak berarti kita ‘gila’. Kita tidak akan sekadar ‘mengatasi’ depresi; menanganinya membutuhkan bantuan. Jangan menganggap kita pantas menjadi depresi karena kita menghadapi HIV.

Apakah Depresi Penting?

Depresi dapat menyebabkan kita melupakan dosis terapi antiretroviral (ART), yang akan mempengaruhi kepatuhan. Depresi dapat meningkatkan perilaku berisiko yang menularkan HIV pada orang lain. Beberapa infeksi virus yang laten (‘tidur’) dapat menjadi aktif akibat depresi. Secara keseluruhan, depresi dapat mempercepat lajunya penyakit HIV. Dan depresi mengganggu kemampuan kita untuk hidup dengan bahagia.

Depresi sering diabaikan atau diremehkan. Banyak dokter yang menangani HIV belum terlatih untuk mengenal depresi. Depresi juga dapat disalahtafsirkan sebagai tanda penyakit HIV lanjutan.

Apakah Tanda Depresi?

Gejala depresi berbeda-beda tergantung pada yang bersangkutan. Kebanyakan dokter mencurigai depresi bila pasien melaporkan bahwa dia merasa sedih atau kehilangan gairah untuk kegiatan sehari-hari. Kemungkinan kita depresi bila perasaan ini tetap berlanjut selama dua minggu atau lebih, dan kita juga mempunyai beberapa di antara gejala berikut:

· Kelelahan atau merasa pelan dan lesu

· Kesulitan konsentrasi

· Masalah tidur

· Merasa bersalah, tidak berharga, atau putus asa

· Nafsu makan berkurang atau kehilangan berat badan

Apa Penyebab Depresi?

Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati HIV dapat menyebabkan atau memperburuk depresi, terutama efavirenz. Ada berbagai penyakit (mis. anemia atau diabetes) yang dapat menyebabkan gejala serupa dengan depresi. Begitu juga penggunaan narkoba atau alkohol, serta tingkat testosteron, vitamin B6 atau vitamin B12 yang rendah.

Odha yang juga terinfeksi hepatitis B atau C lebih mungkin mengalami depresi, terutama yang diobati dengan interferon.

Faktor risiko lain termasuk:

· Perempuan

· Kita sendiri atau keluarga mempunyai riwayat penyakit jiwa, atau penggunaan narkoba atau alkohol

· Dukungan sosial kurang

· Belum mengungkapkan status HIV

· Kegagalan terapi (ART atau lain)

Pengobatan untuk Depresi

Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi tradisional, dan/atau dengan pengobatan. Banyak obat yang dipakai untuk depresi dapat berinteraksi dengan obat antiretroviral (ARV). Dokter dapat membantu memilih terapi atau kombinasi terapi yang paling cocok untuk kita. Jangan coba mengobati diri sendiri dengan alkohol atau narkoba karena zat ini dapat meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain.

Perubahan pola hidup dapat memperbaiki depresi pada sebagian orang:

· Olahraga teratur

· Berjemur pada sinar matahari

· Penanganan stres

· Konseling

· Tidur teratur

· Relaksasi

· Meditasi

Terapi tradisional

St. John’s Wort dipakai secara luas untuk mengobati depresi. Namun jamu ini berinteraksi dengan ARV. Jangan memakai St. John’s Wort bersama dengan ART.

Valerian atau Melatonin dapat membantu tidur. Bila ada kekurangan vitamin B6 atau B12, suplemen vitamin ini dapat membantu.

Antidepresan

Kadang kala depresi dapat diobati. Namun antidepresan (obat untuk depresi) dapat berinteraksi dengan ARV. Antidepresan harus dipakai dalam pengawasan dokter yang mengetahui mengenai ARV yang kita pakai. Ritonavir (suatu ARV golongan protease inhibitor, yang juga adalah bagian dari Kaletra) dan indinavir paling sering berinteraksi dengan antidepresan.

Antidepresan yang paling sering dipakai adalah obat dalam golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Obat dalam golongan ini dapat menyebabkan kehilangan nafsu dan fungsi seks, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, insomnia (sulit tidur), kelelahan, mual, diare, dan kegelisahan.

Obat dari golongan trisiklik menyebabkan lebih banyak efek samping daripada SSRI. Obat dari golongan ini dapat menyebabkan sedasi (tenang berlebihan seperti dibius), sembelit, dan denyut jantung yang tidak teratur.

Beberapa dokter meresepkan perangsang jiwa (psychostimulant), obat yang dipakai untuk mengobati gangguan defisit (deficit disorder).

Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa pengobatan dengan DHEA (lihat Lembaran Informasi 724) dapat mengurangi depresi pada Odha.

Pengobatan depresi baru yang dikenal sebagai perangsang saraf vagus (vagus nerve stimulation/VNS) sudah disetujui di AS. Sebuah pembangkit berukur kurang lebih sama dengan jam tangan ditanam di bawah kulit dada. Alat ini mengirim sinyal pada bagian otak yang terkait dengan suasana hati dan kegelisahan.

Garis Dasar

Depresi adalah penyakit yang sangat umum pada Odha. Depresi yang tidak diobati dapat mengganggu kepatuhan terhadap terapi dan mengurangi mutu hidup.

Depresi adalah masalah yang mempengaruhi seluruh tubuh, dengan mengganggu kesehatan fisik, pikiran, rasa dan perilaku.

Semakin cepat kita periksa ke dokter, semakin cepat kita dapat merencanakan strategi yang sesuai untuk menghadapi masalah ini yang sebetulnya adalah gangguan yang sangat nyata terhadap kesehatan.

0 komentar: